Perpu No.37 Tahun 1959

PERPU 37/1960, PERTAMBANGAN

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:37 TAHUN 1960 (37/1960)

Tanggal:14 OKTOBER 1960 (JAKARTA)

Tentang:PERTAMBANGAN


Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

a.bahwa hukum pertambangan harus merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia tertanggal 5 Juli 1959, ketentuan-ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia tersebut 17 Agustus 1959, sebagai yang ditegaskan dalam amanat Presiden pada tanggal 17 Agustus 1960 yang mewajibkan Negara untuk mengatur penambangan bahan-galian diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara gotong-royong maupun secara perseorangan;
b.bahwa bahan-bahan galian mempunyai arti yang penting sebagai unsur guna pembangunan berbagai cabang industri dan sebagai bahan-bahan yang langsung diperlukan rakyat;
c.bahwa peraturan-peraturan pertambangan yang berlaku sekarang tidak sesuai lagi dengan dasar-dasar pembangunan semesta;
d.bahwa karena itu dianggap perlu adanya suatu peraturan baru tentang pertambangan agar penyelenggaraan usaha pembangunan dapat dilakukan dengan segiat-giatnya dan dengan tegas menuju kepada cita-cita bangsa yang dimaksud diatas;
e.bahwa karena keadaan memaksa soal tersebut diatur dengan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

Mengingat :

1. pasal 33 dan pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar;

2.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 10 tahun 1960;

Mendengar : Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 27 September 1960;

Memutuskan :

Menetapkan : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pertambangan

BAB I ISTILAH - ISTILAH.

Pasal 1.

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang *10732 dimaksudkan dengan:

a.bahan galian : letakan-letakan alam atau timbunan-timbunan alam yang mengandung bijih-bijih, mineral-mineral, unsur-unsur kimia dan batu-batu permata;
b.hak tanah; hak atas sebidang tanah permukaan bumi menurut hukum Indonesia;
c.penyelidikan umum : penyelidikan secara geologi umum atau geofisik, baik didaratan maupun dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi atau untuk menetapkan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya;
d.eksplorasi: segala cara penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan sifatnya letakan bahan galian;
e.eksploitasi : usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dengan jalan yang lazim, termasuk mempertinggi mutu bahan galian;
f.pemurnian dan pengolahan : usaha untuk mempertinggi mutu bahan galian serta usaha untuk memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian dan yang dapat bermanfaat;
g.pengangkutan : segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pemurnian atau pengolahan bahan galian dari daerah eksplorasi dan eksplotasi atau dari tempat pemurnian atau pengolahan;
h.penjualan : segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pemurnian atau pengolahan bahan galian;
i.kuasa pertambangan; wewenang yang diberikan kepada badan atau perseorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan; j.pertambangan rakyat : usaha pertambangan bahan galian dari semua golongan a, b dan c seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1), yang dilakukan oleh rakyat secara kecil-kecilan dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri menurut adat kebiasaan daerah atau diusahakan secara koperasi; k.Menteri : Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan; l.wilayah hukum pertambangan Indonesia; seluruh kepulauan Indonesia, tanah dibawah perairan Indonesia dan daerah dataran kontinental kepulauan Indonesia; m. Perusahaan Negara : Perusahaan Negara seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.

BAB II

PENGUASAAN DAN GOLONGAN-GOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN.

Pasal 2.

(1)Segala bahan galian yang berada didalam, diatas dan dibawah permukaan bumi, dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan letakan-letakan atau timbunan-timbunan alam adalah kekayaan nasional dan dikuasai oleh Negara. (2)Kepada Daerah tingkat I dan II diberikan Kesempatan untuk memperoleh bahagian dari penghasilan bahan galian tertentu yang terdapat didaerah itu, yang ketentuan-ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 3.

*10733 (1) Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan:

a. golongan bahan galian yang strategis; b. golongan bahan galian yang vital; c.golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b.

(2)Penunjukan sesuatu bahan galian kedalam sesuatu golongan tersebut dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III. BENTUK DAN ORGANISASI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN.

Pasal 4.

(1)Penambangan bahan-bahan galian yang tersebut dalam pasal 3 ayat (4) huruf a hanya dapat diusahakan oleh Negara atau oleh Negara bersama-sama Daerah. (2)Usaha pertambangan yang dimaksud dalam ayat (1) diatas dilaksanakan oleh:

a. suatu Perusahaan Negara;
b.suatu perusahaan bersama yang terdiri dari Negara atau Perusahaan Negara disatu fihak dengan Daerah tingkat I dan/atau tingkat II dipihak lain.

Pasal 5.

(1)Penambangan bahan-bahan galian yang tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b diusahakan oleh: a. Negara atau daerah; b.badan atau perseorangan swasta yang mempengaruhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 8. (2)Usaha yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini dapat dilaksanakan oleh: a. suatu Perusahaan Negara; b. suatu Perusahaan Daerah; c.suatu Perusahaan-perusahaan yang terdiri dari Negara atau Perusahaan Negara disatu pihak dengan Daerah tingkat I, dan/atau Daerah tingkat II atau Perusahaan Daerah dipihak,lain; d.Suatu perusahaan-perusahaan, terdiri atas Negara atau Perusahaan Negara dan/atau Daerah disatu pihak dengan badan dan/ atau perseorangan swasta dipihak lain. (3)Suatu perusahaan-campuran yang dimaksud dalam ayat (2) huruf d pasal ini didirikan berdasar perjanjian dalam bentuk perseroan dimana Pemerintah memegang kekuasaan terbesar dengan ketentuan, bahwa badan dan/atau perseorangan swasta yang ikut dalam perusahaan-campuran itu harus memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 8.

Pasal 6.

Penambangan bahan-bahan galian yang tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf c diatur oleh Pemerintah Daerah tingkat I dimana bahan-bahan galian itu terdapat.

Pasal 7.

*10734 (1)Menyimpang dari ketentuan dalam pasal 4, bahan-bahan galian yang tersebut dalam pasal 3 ayat (1) dapat diusahakan secara pertambangan rakyat dalam hal-hal dan menurut ketentuan- ketentuan yang diatur dalam Undang-undang. (2)Selama belum ada Undang-undang yang dimaksud oleh ayat (1) pasal ini, pertambangan rakyat dapat diusahakan dan dilaksanakan dengan ijin Menteri.

Pasal 8.

(1)Pelaksanaan pertambangan bahan-bahan galian yang tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b dapat dikuasakan kepada pihak swasta; A. badan hukum yang: 1.didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan Republik Indonesia, bertempat kedudukan di Indonesia dan bertujuan berusaha dalam lapangan pertambangan; 2.pengurusnya mempunyai kewarga-negaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia;
B.perseorangan yang berkewarga-negaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia. (2)Sebelum memberikan kuasa seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini haruslah didengar lebih dahulu pendapat dari suatu Dewan Penasehat Pertambangan yang pembentukan dan penentuan susunannya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3)Dalam memberikan sesuatu kuasa pertambangan tersebut dalam ayat (1) pasal ini, pengutamaan diberikan kepada koperasi.

Pasal 9.

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 4, maka dengan Undang-undang ditentukan bahan-bahan galian yang harus diusahakan semata-mata oleh Negara dan cara melaksanakan usaha tersebut.

BAB IV USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 10.

Usaha pertambangan bahan galian dapat meliputi :

a. penyelidikan umum;
b. eksplorasi;
c. eksplotasi;
d. pemurnian dan pengolahan;
e. pengangkutan;
f. penjualan.

BAB V KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 11.

(1)Usaha pertambangan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan dan/atau perseorangan yang tersebut dalam *10735 pasal 4 dan 5 apabila kepadanya telah diberikan kuasa pertambangan. (2)Ketentuan-ketentuan tentang isi, wewenang, luas wilayah dan syarat-syarat kuasa pertambangan diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3)Kuasa pertambangan diberikan dengan Keputusan Menteri. Dalam Keputusan Menteri itu dapat diberikan ketentuan-ketentuan khusus disamping apa yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah yang termaksud dalam ayat (2) pasal ini. (4)Kuasa pertambangan dapat dipindahkan kepada perusahaan dan/atau perseorangan lain asal memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal 4, 5 dan 8, dengan persetujuan Menteri.

Pasal 12.

(1)Kuasa pertambangan tidak meliputi hak tanah permukaan bumi. (2)Dalam melaksanakan pekerjaan kuasa pertambangan, maka pertambangan rakyat yang telah ada tidak boleh diganggu, kecuali menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang yang dimaksud dalam pasal 7. (3)Pekerjaan kuasa pertambangan tidak boleh dilakukan diwilayah yang ditutup untuk kepentingan umum. (4)Lapangan pekerjaan kuasa pertambangan tidak meliputi: a.tempat-tempat kuburan, tempat-tempat yang dianggap suci, pekerjaan-pekerjaan umum, misalnya jalan-jalan umum, jalan kereta api, saluran air, listerik, gas dan sebagainya; b.lapangan tanah sekitar lapangan-lapangan dan bangunan-bangunan pertahanan; c. tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan lain; d.bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik-pabrik beserta tanah-tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan ijin yang berkepentingan. (5)Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, maka dalam hal dianggap sangat perlu untuk kepentingan pekerjaan kuasa pertambangan, pemindahan bangunan-bangunan pekerjaan umum dapat dilakukan atas beban pemegang kuasa pertambangan dan setelah diperoleh ijin dari yang berwajib.

BAB VI CARA DAN SYARAT-SYARAT BAGAIMANA MEMPEROLEH KUASA PERTAMBANGAN.

Pasal 13.

(1)Permintaan untuk memperoleh kuasa pertambangan diajukan kepada Menteri. (2)Dengan Keputusan Menteri diatur cara permintaan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, begitu pula syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peminta, apabila belum ditentukan dalam Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 11 ayat (2).

Pasal 14.

*10736 Permintaan kuasa pertambangan tidak dipertimbangkan oleh Menteri sebelum peminta membuktikan kesanggupannya tentang modal dan kemampuan tehnik terhadap usaha yang akan dijalankan.

Pasal 15.

Dengan mengajukan permintaan kuasa pertambangan, maka peminta memilih domisili pada Pengadilan Negeri yang berkedudukan diibu-kota Daerah tingkat I yang bersangkutan, kecuali, apabila permintaan kuasa pertambangan mengenai bahan-bahan galian yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf a dan pula di-jikalau diadakan perjanjian tentang mendirikan perusahaan-perusahaan campuran, maka pihak-pihak yang bersangkutan memilih domisili pada Pengadilan Negeri di Jakarta.

BAB VII BERAKHIRNYA KUASA PERTAMBANGAN.

Pasal 16.

Kuasa pertambangan berakhir:

a. karena habis waktunya; b. karena dibatalkan;
c. karena dikembalikan. Pasal 17.

(1)Pemegang kuasa pertambangan dapat menyerahkan kembali kuasanya dengan pernyataan tertulis kepada Menteri; (2)Pernyataan tertulis yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini disertai dengan alasan-alasan yang cukup apa sebabnya pernyataan itu disampaikan; (3)Pengembalian kuasa pertambangan baru syah setelah disetujui oleh Menteri.

Pasal 18.

Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan Keputusan Menteri:

a.apabila pemegang kuasa tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) atau yang ditentukan dalam Keputusan Menteri yang tersebut dalam pasal 11 ayat (3).;
b.jika pemegang kuasa ingkar menjalankan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh pihak yang berwajib untuk kepentingan Negara.

Pasal 19.

(1)Jika kuasa pertambangan berakhir maka:

a.segala beban yang diberatkan kepada kuasa pertambangan batal menurut hukum;
b.wilayah kuasa pertambangan kembali kepada kekuasaan Negara;
c.segala sesuatu yang diperlukan untuk pengamanan bangunan- bangunan tambang dan kelanjutan pengambilan bahan-bahan galian menjadi hak Negara tanpa penggantian kerugian kepada pemegang kuasa pertambangan. (2)Menteri menetapkan waktu dalam mana pemegang kuasa pertambangan terakhir diberi kesempatan untuk *10737 mengangkat segala sesuatu yang menjadi hak miliknya. Segala sesuatu yang belum diangkat dalam waktu tersebut menjadi milik Negara.

Pasal 20.

Apabila kuasa pertambangan berakhir, maka perusahaan dan/atau perseorangan yang terakhir memegang kuasa pertambangan itu menyerahkan semua klise dan bahan-bahan peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya yang bersangkutan dengan usaha pertambangan kepada Menteri dengan tidak menerima pengganti kerugian.

BAB VIII HUBUNGAN KUASA PERTAMBANGAN DENGAN HAK-HAK TANAH.

Pasal 21.

Mereka yang berhak atas tanah diwajibkan memperkenankan pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang bersangkutan, jika kepadanya:

a.sebelum pekerjaan dimulai, dengan diperlihatkannya surat kuasa pertambangan atau salinannya yang syah, diberi tahukan tentang maksud dan tempat pekerjaan-pekerjaan itu akan dilakukan;
b.diberi ganti kerugian atau jaminan ganti kerugian itu terlebih dahulu.

Pasal 22.

(1)Pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang berada diatas tanah kepada yang berhak atas tanah, dengan tidak memandang apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun kerugian yang dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu. (2)Kerugian yang disebabkan oleh usaha-usaha dari dua pemegang kuasa pertambangan atau lebih, dibebankan kepada mereka bersama.

Pasal 23.

(1)Apabila telah ada hak tanah atas sebidang tanah yang bersangkutan dengan wilayah kuasa pertambangan, maka kepada yang berhak diberikan ganti kerugian dan/atau sumbangan yang jumlahnya ditentukan oleh Menteri, untuk penggantian sekali dan/atau selama itu tidak dapat dipergunakannya. (2)Jika yang bersangkutan tidak menerima penentuan Menteri tentang ganti kerugian dan/atau sumbangan diatas, maka penentuan itu diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi lapangan yang bersangkutan. (3)Sumbangan atau ganti kerugian yang dimaksud dalam pasal ini beserta segala biaya yang berhubungan dengan itu dibebankan kepada pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan.

BAB IX PUNGUTAN-PUNGUTAN NEGARA.

*10738 Pasal 24.

(1)Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran pasti, iuran eksplorasi dan/atau eksplotasi dan/atau pembayaran-pembayaran lainnya yang berhubungan dengan pemberian kuasa pertambangan yang bersangkutan. (2)Perincian dan besarnya pungutan-pungutan Negara yang tersebut dalam ayat (1) diatas diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X PENGAWASAN PERTAMBANGAN.

Pasal 25.

Tata-usaha dan pengawasan pekerjaan dan pelaksanaan pertambangan dipusatkan kepada Departemen yang lapangan tugasnya meliputi pertambangan.

BAB XI KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA.

Pasal 26

(1)Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, barangsiapa yang tidak mempunyai kuasa pertambangan melakukan usaha pertambangan seperti dimaksud dalam pasal 10 dan 11. (2)Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau dengan denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah, barangsiapa yang melakukan usaha pertambangan sebelum memenuhi kewajiban terhadap yang berhak atas tanah menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

Pasal 27.

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah, barangsiapa yang berhak atas tanah merintangi atau mengganggu usaha pertambangan yang syah.

Pasal 28.

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah;

a.pemegang kuasa pertambangan yang tidak memenuhi Syarat-syarat yang berlaku menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud dalam pasal 9 dan/atau Surat Keputusan Menteri yang diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dan/atau Undang-undang termaksud dalam pasal 9 itu.
b.pemegang kuasa pertambangan yang tidak melakukan perintah-perintah dan/atau petunjuk yang berwajib berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

Pasal 29.

*10739 (1)Jikalau pemegang kuasa pertambangan atau wakilnya adalah suatu perseroan, maka hukuman termaksud pada pasal 26, 27 dan 28 dijatuhkan kepada para anggota pengurus. (2)Tindak-pidana yang dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) adalah kejahatan dan perbuatan-perbuatan lainnya adalah pelanggaran.

BAB XII KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 30.

(1)Semua hak pertambangan perusahaan dan/atau perseorangan yang bukan Perusahaan Negara, yang diperoleh berdasarkan peraturan yang ada sebelum saat berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, tetap dapat dijalankan untuk jangka waktu yang sesingkat-singkatnya; Tenggang waktu itu akan ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. (2)Dalam waktu yang dimaksud dalam ayat (1) diatas, pemegang-pemegang hak-hak tersebut harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. (3)Hak-hak pertambangan perusahaan Negara yang masih ada pada saat berlakunya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini menjadi kuasa-kuasa pertambangan untuk wilayah-wilayah kuasa pertambangan yang bersangkutan pada saat-saat Keputusan Menteri dikeluarkan untuk itu masing-masing seperti yang dimaksud dalam pasal 11. (4)Semua peraturan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan penguasahaan pertambangan oleh persahaan-perusahaan yang tersebut dalam ayat (1) diatas serta peraturan-peraturan pertambangan lainnya, yang masih berlaku sebelum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku, dicabut pada saat berakhirnya waktu yang tersebut dalam ayat (1) diatas.

BAB XIII KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 31.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-unang ini mulai berlaku pada hari diundangkan, dan dapat disebut "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pertambangan".

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1960. Pejabat Presiden Republik

DJUANDA.

*10740 Diundangkan di JakartaIndonesia, pada tanggal 14 Oktober 1960. Ajun Sekretaris Negara,

SANTOSO.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PERTAMBANGAN.

UMUM.

Pada tanggal 2 Agustus 1951 telah diterima oleh Parlemen sebuah mosi yang menghendaki agar dibentuk sebuah Panitia Negara untuk Urusan Pertambangan dengan tugas antara lain untuk merencanakan suatu Undang-undang tentang Pertambangan sebagai Pengganti "Indische Mijnwet". Berhubung dengan mosi tersebut diatas, maka oleh Pemerintah telah dibentuk suatu Panitia Negara yang susunannya bersifat politis, dengan dibantu oleh suatu Panitia Ahli. Sebagai hasil pekerjaan Panitia Negara itu, telah disampaikan kepada Pemerintah sebuah rancangan Undang-undang Pertambangan sebagai Undang-undang pokok dan sebuah rancangan Undang-undang Minyak dengan penjelasannya. Oleh Pemerintah kedua rancangan Undang-undang itu disesuaikan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan setelah diadakan penyederhanaan seperlunya dan karena keadaan mendesak kedua rancangan Undang-undang itu disusun menjadi :

1.Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pertambangan sebagai Undang-undang Pokok;

2.Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

A. Pokok-pokok persoalan. Peraturan pertambangan yang sekarang berlaku yaitu "Indische Mijnwet", tidak dapat dijadikan dasar untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia, karena demikian perlu diganti dengan suatu peraturan Pertambangan baru. Sebagai pengganti dari "Indische Mijnwet", hal-hal yang harus diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pertambangan ini tidak hanya harus selaras dengan cita- cita dasar Negara Republik Indonesia dan garis-garis besar dari haluan negara sebagai termaksud dalam Manifesto Politik Republik Indonesia akan tetapi harus juga disesuaikan dengan perkembangan kepentingan Nasional dalam pertambangan, yang secara mendalam harus ditinjau baik dari sudut politis dan ekonomis, maupun dari sudut sosial dan strategis. Pokok-pokok persoalan tersebut adalah mengenai

1.penguasaan bahan-bahan galian yang berada didalam, dibawah dan diatas wilayah hukum pertambangan Indonesia;

2.pembagian bahan-bahan galian dalam beberapa golongan, yang didasarkan atas pentingnya bahan galian itu; 3.sifat dari perusahaan pertambangan, yang pada dasarnya harus dilakukan oleh Negara, Perusahaan Negara Daerah atau usaha- usaha lainnya berdasarkan azas-azas kekeluargaan;

4.pengertian konsesi ditiadakan, sedangkan wewenang kuasa untuk melakukan usaha pertambangan diberikan berdasarkan kuasa pertambangan;

5.adanya peraturan peralihan untuk mencegah kekosongan (vacuum) dalam menghadapi pelaksanaan Peraturan Pemerintah *10741 Pengganti Undang-undang ini. Penjelasan pokok-pokok persoalan. 1. Mengenai semua bahan galian yang terkandung didalam bumi dan wilayah hukum pertambangan Indonesia dinyatakan, bahwa bahan-bahan galian tersebut dikuasai olh Negara. Pernyataan ini adalah dasar, yang diletakkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pertambangan ini, sehingga dengan pernyataan ini Negara menguasai semua bahan-bahan galian dengan sepenuh-penuhnya untuk kepentingan Negara Negara serta kemakmuran rakyat, karena bahan-bahan galian tersebut adalah merupakan kekayaan nasional. Dengan pengertian baru yang disebut dataran Continental ("Kontinental chelf"), maka wilayah hukum pertambangan meliputi juga daerah diluar batas-batas perairan Indonesia. Pengertian perairan Indonesia inipun adalah pengertian se- sudah disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 4 tahun 1960, tentang Perairan Indonesia (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 22 - Tambahan Lembaran-Negara No. 1942). 2. Pembagian (gradasi) bahan bahan galian dalam golongan strategis golongan vital dan golongan yang tidak termasuk dalam golongan strategis dan vital didasarkan atas sifat masing-masing bahan galian sendiri, diperlengkapi menurut pendapat-pendapat baru mengenai hal ini, misalnya bahan-bahan galian yang radio- aktif dan lain-lain bahan galian yang vital pertahanan (strategis) dan pembangunan Negara. Dirasakan perlu pula untuk mengadakan Undang-undang ter- sendiri bagi bahan-bahan balian strategis seperti minyak bumi, aspal, lilin bumi dan sejenisnya serta semua jenis gas mudah ter- bakar, dan mungkin juga nantinya bahan galian yang radioaktif oleh karena sifatnya yang sangat khusus. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pertambangan ini dianggap sebagai peraturan pokok. Dalam pembuatan peraturan lanjutan, dasar-dasar termaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pertambangan ini harus diperhatikan dengan kemungkinan menambah atau menyimpang, berhubung dengan hal-hal yang khusus mengenai bahan galian yang diatur dengan peraturan itu. Manakala ada bahan-bahan galian yang dianggap perlu diusahakan oleh Negara sendiri, maka hal itu ditetapkan dengan Undang-undang. 3. Dalam mempergunakan kekayaan alam, dapat diambil cara-cara pengusahaannya seperti berikut :

a.diusahakan oleh Perusahaan Negara;
b.diusahakan dengan perusahaan-bersama oleh badan-badan Negara dan/atau Daerah;
c.diusahakan oleh Perusahaan Daerah; d.diusahakan secara campuran oleh Negara dan pihak swasta boleh campuran dengan perseorangan, asal kewarga-negaraan Indonesia dan boleh pula dengan badan swasta yang pengurus-nya adalah warga-negara Indonesia seuruhnya;
e.diusahakan oleh pihak swasta, boleh oleh perseorangan asal berkewarga-negaraan Indonesia atau oleh badan swasta yang seluruh pengurusnya berkewarga-negaraan Indonesia, terutama yang mempunyai bentuk koperasi.

4. Pengertian konsesi selama ini memberikan hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi pemegang konsesi itu. Pengertian yang sedemikian itu tidak dapat dipertahankan lagi, sebab itu pengertian ini ditukar dengan kuasa pertambangan. Hal ini dapat diperbandingkan dengan perubahan-perubahan yang terdapat dalam Undang-undang Pokok Agraria (Undang-undang *10742 No. 5 tahun 1960, Lembaran-Negara tahun 1960 No. 104, Tambahan Lembaran-Negara No. 2043). 5. Untuk mencegah kekosongan dalam menghadapi pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pertambangan ini, maka diadakan peraturan peralihan. Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-undang ini adalah pengganti "Indische Mijnwet" dan dimaksudkan sebagai peraturan pokok tentang Pertambangan. Disamping itu, seperti diuraikan dalam sub 2 diatas ada peraturan lanjutan. Lagi pula beberapa peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah akan dikeluarkan, sehingga dengan mulai ber- lakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, mengingat belum adanya peraturan-peraturan pelaksanaan, maka "Mijnordonnantie" dan beberapa verordeningen selama tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dan selama belum diganti dengan peraturan-peraturan pelaksanaan baru, masih tetap berlaku. Peraturan-peraturan yang masih dipertahankan buat sementara waktu, dianggap sebagai peraturan-peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pertambangan ini, peraturan-peraturan mana kelak akan diganti, diubah, atau dicabut dengan Peraturan Pemerintah atau peraturan-peraturan instansi lain. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pertambangan ini, maka hak-hak pertambangan yang lama dan berdasarkan "Indische Mijnwet" yang masih berlaku, akan tetap berlaku, dengan ketentuan bahwa para pemegang kuasa pertambangan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus menyesuaikan diri dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pertambangan ini. Tenggang waktu tersebut akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sesudah waktu tertentu itu lampau, hak itu itu tidak berlaku lagi, dan semua peraturan termaksud dicabut pada saat tenggang waktu itu habis.

PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1.

Mengenai yang tersebut dalam huruf 1, dicatat disini bahwa Dataran Kontinental yang diartikan oleh dunia Internasional ialah semua daerah dibawah permukaan air dari pantai kearah laut, dimana dalamnya air masih memungkinkan penyelidikan dan pengambilan hasil sumber-sumber kekayaan alam dari dasar laut dan tanah dibawahnya.

Pasal 2.

Sebagai telah tersebut dalam penjelasan umum, maka dengan pasal ini dinyatakan dengan tegas bahwa semua bahan galian yang terdapat di Indonesia yang masih merupakan letakan-letakan atau timbunan-timbunan alam adalah kekayaan nasional dan dikuasai oleh Negara.

Pasal 3.

Pembagian dalam tiga golongan bahan galian didasarkan pada pentingnya bahan galian yang bersangkutan bagi Negara. Bahan galian strategis dalam arti kata "strategis" untuk pertahanakan/keamanan Negara ataupun "strategis" untuk menjamin perekonomian Negara. Bahan galian vital dalam arti dalam menjamin hajat hidup orang banyak. Sedang yang tidak termasuk kedalam kedua golongan *10743 itu tidak dianggap langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, baik karena sifatnya maupun karena kecilnya jumlah letaknya (deposit) bahan galian itu. Berhubung dengan kemungkinan-kemungkinan dalam perkembangan teknis, yang dapat merubah nilai pentingnya sesuatu bahan galian dianggap lebih bijaksana penggolongan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 4, 5, 6. Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini ditegaskan pengusahaan masing-masing bahan galian. Bahan-bahan galian golongan a hanya dapat diusahakan oleh Negara atau Negara bersama dengan Daerah golongan b boleh oleh Negara, boleh oleh Daerah tingkat I atau tingkat II dan boleh oleh pihak swasta atau dalam bentuk campuran, tetapi tentu saja dengan pengutamaan kepada Negara dan/atau koperasi. Golongan c dan bahan-bahan galian yang tidak disebut kecil- nya dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini diserahkan pengaturannya kepada Daerah tingkat I. Usaha yang dilakukan oleh Negara dan/atau Daerah dapat ber- bentuk :

a.Perusahaan Negara;
b.Perusahaan Daerah, yaitu semacam Perusahaan Negara yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah, baik Daerah tingkat I atau tingkat II;
c.Perusahaan-bersama, yang dibentuk bersama-sama oleh Negara dan Daerah;
d.Perusahaan-campuran.

Pasal 7. Cukup jelas.

Pasal 8.

Ketentuan dalam pasal ini bermaksud untuk menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya. Dalam pelaksanaannya akan diberikan pengutamaan kepada Koperasi.

Pasal 9.

Pada saat ini yang sudah sangat dirasakan pentingnya adalah pengaturan tentang minyak dan gas bumi serta sejenisnya. Untuk itu sudah disiapkan pengaturannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.

Pasal 10.

Dalam suatu kuasa pertambangan yang diberikan dapat dibatasi hanya untuk satu dari usaha-usaha pertambangan yang tersebut dalam pasal ini, tetapi dapat juga lebih dari satu usaha pertambangan itu diberikan sekaligus, melihat pada tujuan dan kesanggupan pengusahanya.

Pasal 11.

Untuk pengertian hak-hak pertambangan yang telah kita kenal selama ini, sekarang diperlukan istilah kuasa pertambangan. *10744 Perbedaan yang pokok disini ialah bahwa yang diberikan dengan kuasa pertambangan hanyalah kekuasaan untuk melaksanakan usaha pertambangan dan tidak memberikan hak pertambangan kepada sipemegang kuasa pertambangan. Dalam Keputusan Menteri yang memberikan kuasa pertambangan itu dijelaskan sampai kemana jauhnya pemberian kuasa pertambangan tadi serta usaha pertambangan apa yang diliputi oleh kuasa pertambangan itu.

Pasal 12.

Cukup jelas.

Pasal 13.

Cukup jelas.

Pasal 14.

Ditetapkannya syarat harus membuktikan kesanggupan tentang modal dan kemampuan tehnik dimaksudkan untuk menghindari terhentinya pekerjaan usaha pertambangan ditengah jalan, sehingga mendatangkan kelambatan dalam pembangunan dibidang pertambangan.

Pasal 15.

Cukup jelas. Pasal 16.

Cukup jelas. Pasal 16.

Cukup jelas. Pasal 17.

Cukup jelas. Pasal 18.

Cukup jelas.

Pasal 19 dan 20. Apabila kuasa pertambangan berakhir, ada kemungkinan, bahwa pada bahagian dari wilayah kuasa pertambangan yang dikerjakan masih terdapat bahan-bahan galiannya. Sebab itu maka apabila suatu kuasa pertambangan berakhir harus dijaga agar tempat itu tidak rusak, sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan lagi dilakukan usaha penambangannya. Untuk itu diperlukan ketentuan penjagaan dari kemungkinan kerusakan tersebut disamping kesempatan bagi bekas pemegang kuasa pertambangan itu untuk mengambil hak miliknya yang berada pada tempat itu.

Pasal 21, 22 dan 23. Dalam pasal-pasal ni juga ditegaskan kewajiban mereka yang berhak atas tanah untuk memperkenankan pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang bersangkutan, dan sekaligus ditegaskan pula kewajiban pemegang kuasa pertambangan untuk mengganti kerugian dan/atau sumbangan kepada mereka yang berhak atas tanah sebagai perimbangan.

Pasal 24.

Dengan ditentukannya penentuan lebih lanjut tentang pungutan Negara ini oleh Peraturan Pemerintah maka akan lebih mudah dan lebih cepat dapat diatur apabila diperlukan suatu perubahan dalam *10745 pungutan Negara itu.

Pasal 25.

Cukup jelas. Pasal 26.

Cukup jelas.

Pasal 27.

Cukup jelas.

Pasal 28.

Ketentuan ini diperlukan agar pelanggaran terhadap keputusan Menteri dapat dihukum, karena keputusan Menteri tidak dapat memuat ancaman hukuman.

Pasal 29.

Cukup jelas.

Pasal 30. Maksud Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini ialah untuk merubah seluruh peraturan pertambangan dari zaman penjajahan, yang tidak sesuai lagi dengan kepentingan nasional sekarang. Tetapi untuk jangka waktu tertentu perlu diadakan suatu masa peralihan. Tenggang waktu masaperalihan itu haruslah sesingkat-singkatnya dan akan ditentukan dengan Peraturan Pemerintah agar mudah menyesuaikannya dengan keadaan.

Pasal 31.

Cukup jelas.


CATATAN

DICETAK ULANG

Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-Share Alike 2.5 License.